IP

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 30 April 2009

Tulisan Di Atas Pasir

DI pesisir sebuah pantai, tampak dua anak sedang berlari-larian, bercanda, dan bermain dengan riang gembira. Tiba-tiba, terdengar pertengkaran sengit di antara mereka. Salah seorang anak yang bertubuh lebih besar memukul temannya sehingga wajahnya menjadi biru lebam. Anak yang dipukul seketika diam terpaku. Lalu, dengan mata berkaca-kaca dan raut muka marah menahan sakit, tanpa berbicara sepatah kata pun, dia menulis dengan sebatang tongkat di atas pasir: "Hari ini temanku telah memukul aku !!!"

Teman yang lebih besar merasa tidak enak, tersipu malu tetapi tidak pula berkata apa-apa. Setelah berdiam-diaman beberapa saat, ya ...dasar-anak-anak, mereka segera kembali bermain bersama. Saat lari berkejaran, karena tidak berhati-hati, tiba-tiba anak yang dipukul tadi terjerumus ke dalam lubang perangkap yang dipakai menangkap binatang. "Aduh.... Tolong....Tolong!" ia berteriak kaget minta tolong. Temannya segera menengok ke dalam lubang dan berseru, "Teman, apakah engkau terluka? Jangan takut, tunggu sebentar, aku akan segera mencari tali untuk menolongmu." Bergegas anak itu berlari mencari tali. Saat dia kembali, dia berteriak lagi menenangkan sambil mengikatkan tali ke sebatang pohon. "Teman, aku sudah datang! Talinya akan kuikat ke pohon, sisanya akan kulemparkan ke kamu. Tangkap dan ikatkan dipinggangmu, pegang erat-erat, aku akan menarikmu keluar dari lubang."

Dengan susah payah, akhirnya teman kecil itu pun berhasil dikeluarkan dari lubang dengan selamat. Sekali lagi, dengan mata berkaca-kaca, dia berkata, "Terima kasih, sobat!" Kemudian, dia bergegas berlari mencari sebuah batu karang dan berusaha menulis di atas batu itu, "Hari ini, temanku telah menyelamatkan aku."

Temannya yang diam-diam mengikuti dari belakang bertanya keheranan, "Mengapa setelah aku memukulmu, kamu menulis di atas pasir dan setelah aku menyelamatkanmu, kamu menulis di atas batu?" Anak yang di pukul itu menjawab sabar, "Setelah kamu memukul, aku menulis di atas pasir karena kemarahan dan kebencianku terhadap perbuatan buruk yang kamu perbuat, ingin segera aku hapus, seperti tulisan di atas pasir yang akan segera terhapus bersama tiupan angin dan sapuan ombak.”

”Tapi, ketika kamu menyelamatkan aku, aku menulis di atas batu, karena perbuatan baikmu itu pantas dikenang dan akan terpatri selamanya di dalam hatiku, sekali lagi, terima kasih sobat."

Pembaca yang budiman,

"Hidup dengan memikul beban kebencian, kemarahan dan dendam, sungguh melelahkan. Apalagi bila orang yang kita benci itu tidak sengaja melakukan bahkan mungkin tidak pernah tahu bahwa dia telah menyakiti hati kita, sungguh ketidakbahagiaan yang sia-sia."

Memang benar.... bila setiap kesalahan orang kepada kita, kita tuliskan di atas pasir, bahkan di udara, segera berlalu bersama tiupan angin, sehingga kita tidak perlu kehilangan setiap kesempatan untuk berbahagia.

Sebaliknya... tidak melupakan orang yang pernah menolong kita, seperti tulisan yang terukir di batu karang. Yang tidak akan pernah hilang untuk kita kenang selamanya.”

Salam sukses luar biasa!!
Andrie Wongso

Sumber : andriewongso.com

Rabu, 29 April 2009

Kerja Ikhlas = Kerja Bodoh?

DI jaman yang hampir semua hal diukur dengan materi, kerja ikhlas menjadi hal yang langka. Pelakunya pun kerap disebut orang aneh, orang antik atau orang yang melakukan hal bodoh. Kebanyakan orang di jaman ini memang bekerja dengan ”tulus” tetapi tidak ikhlas!

”Lho, apa bedanya Pak?”, tanya para mahasiswa yang mengikuti kuliah atau seminar saya. Saya sering menjawab,”Tulus adalah singkatan dari TUjuannya fuLUS”. Jadi bekerja karena motivasinya adalah untuk mendapatkan uang. Jika mendapatkan uang banyak maka bekerja keras dengan sangat baik, tetapi jika mendapat uangnya sedikit maka kerjanya asal saja. Hal inilah yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bekerja untuk memperoleh imbalan yang setimpal dengan pekerjaan menurut ukurannya masing-masing.

Tetapi jika bekerja dengan hati ikhlas, berarti bekerja dengan berdasarkan kasih dan kerelaan hati. Seperti matahari pagi yang selalu rajin tidak pernah terlambat selalu bersinar dan tidak pernah mengharapkan imbalan atau balasan kembali. Matahari juga tidak peduli apakah manusia mau menerima sinarnya atau bahkan menolaknya.

Sebuah kisah nyata yang diceritakan oleh seorang teman saya terjadi di Bandung beberapa waktu yang lalu. Kisah nyata ini dapat dijadikan suatu bahan renungan tentang keihklasan hati dalam bekerja.

Seorang mahasiswa yang baru lulus menjadi sarjana kedokteran di sebuah perguruan tinggi negeri terkenal di Bandung memilih untuk bekerja menjadi asisten laboratorium di almamaternya. Penghasilan yang diterimanya sebagai asisten lab sangatlah kecil, bahkan tidak mencukupi walau pun hanya untuk membayar biaya transportasi ke kampusnya. Tetapi dia mencintai pekerjaan menjadi asisten dan melakukannya dengan ikhlas karena memang mencintai pekerjaan mengajar.

Banyak orang yang mengatakan bahwa dia bodoh karena memilih bekerja menjadi asisten lab. Padahal sebagai sarjana kedokteran dari universitas negeri terkenal, dia memiliki peluang besar untuk bekerja di perusahaan swasta yang memberikan penghasilan berpuluh-puluh kali lebih besar.

Walau orang tuanya pun mendesaknya untuk mencari pekerjaan lain, dia tetap memilih membantu almamaternya menjadi asisten lab. Semua hal itu dilakukan dengan hati yang ikhlas. ”Pekerjaan ini membahagiakan hati saya”, katanya.

Suatu saat datanglah seorang profesor dari Jepang berkunjung ke universitas tersebut. Karena semua dosen sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, maka ditugaskanlah asisten lab tersebut untuk menemani dan membantu sang profesor selama berada di Bandung.

Asisten tersebut bisa saja menolaknya karena hal itu bukanlah tugasnya sebagai asisten lab. Dia tidak dibayar untuk hal itu. Tetapi dia memilih untuk tetap menerima tugas itu dengan hati yang ikhlas dan berusaha membantu sebisanya tanpa mengeluh.

Walau pun sama sekali tidak bisa berbahasa Jepang, dia berusaha sebaik mungkin membantu sang profesor. Mengantarnya mencari makanan untuk makan siang dan makan malam, berbelanja oleh-oleh Bandung, berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu, dan tempat-tempat wisata lainnya. Dia selalu mengantar ke mana pun sang profesor ingin pergi dengan tersenyum.

Setiap hari dia menjemput sang profesor dan mengantarkannya kembali ke hotel tempat sang profesor menginap. Sampai saatnya profesor itu kembali ke Jepang, sang profesor memberikan jam tangannya kepada asisten lab tersebut sebagai tanda terima kasih. Hati sang Profesor sangat tersentuh dengan keramahan dan keikhlasan hati asisten lab yang telah membantunya selama berada di Bandung.

Beberapa tahun kemudian, sang profesor telah terlupakan dalam ingatan asisten lab tersebut. Dan dia masih bekerja masih bekerja ikhlas sebagai asisten di universitas tersebut. Hingga datanglah sebuah kesempatan beasiswa belajar kedokteran sampai jenjang S-3 dari sebuah universitas di Jepang bagi akademisi di universitas negeri di Bandung tersebut.

Dosen-dosen yang lebih senior segera mengirimkan aplikasi permohonan beasiswa ke universitas di Jepang tersebut. Tetapi ternyata oleh universitas di Jepang yang memberi beasiswa tersebut semuanya ditolak!

Ternyata sang Profesor di universitas Jepang itu yang menolaknya. ”Saya hanya mau menerima dan merekomendasikan anak muda yang dulu pernah antar-antar saya selama saya di Bandung!”, katanya dengan tegas.

Akhirnya sang asisten lah yang mendapatkan kesempatan untuk meneruskan kuliah dengan beasiswa di Jepang. Dia melampaui dosen-dosennya yang lebih senior untuk mendapat kesempatan kuliah lebih tinggi. Kabar terakhir yang saya terima, saat ini dia masih sedang menyelesaikan kuliah S-3 kedokterannya di Jepang.

Dari kisah nyata itu saya berkesimpulan bahwa kerja ikhlas bukanlah kerja bodoh, melainkan kerja yang sangat pintar!

Walau pun dengan bekerja ikhlas kita tidak dipedulikan atasan kita, orang disekitar kita, atau tidak dipedulikan orang lain… tetaplah bekerja dengan x-tra kerja ikhlas! Faktor X ke tiga dalam fondasi kesuksesan seseorang, seperti yang saya jelaskan pada buku unik bestseller ” 8 Langkah Ajaib Menuju ke Langit: Rahasia Dahsyat Meraih Impian”.

Ingatlah! Bahwa walau pun semua orang di dunia tidak peduli dan menutup mata terhadap apa pun keikhlasan yang kita perbuat, tetapi Tuhan akan selalu peduli dan tidak akan menutup mata Nya kepada keikhlasan hati kita. (Victor Asih)

Sumber : pembelajar.com

Selasa, 28 April 2009

Fokus Pada Tema

SUATU hari mentor saya menelpon. Saya senang sekali, seakan hari itu hari yang paling indah dari hari-hari yang ada. Kenapa? Karena hari-hari sebelumnya saya merasa tidak tahu kemana harus mengarahkan tulisan-tulisan saya. Yang saya ketahui hanyalah bahwa saya sedang berjalan entah kemana. Jika Anda mengikuti tulisan-tulisan saya yang muncul di pembelajar.com, sejak saya menjadi kolumnis tetap di sana, maka Anda akan menemukan pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan saya merupakan semacam gado-gado, dan itulah yang terhidangkan. Mula-mula saya menghidangkan es cendol, lalu kolak pisang, kemudian muncul pangsit. Dari motivasi sampai kesetaraan gender. Artikel-artikel tersebut tidak tersusun rapi berdasarkan tema. Dan mentor saya menelpon untuk menghentikan saya dari ketidakfokusan saya pada tema. Dan tentu saja agar saya tidak tersesat.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena saya ingin menyampaikan lebih banyak daripada apa yang hendak saya bicarakan. Itulah ketidakfokusan saya. Jika saya selalu begini, saya tak akan sampai ke mana-mana. Potongan-potongan artikel yang ada tidak akan bisa disatukan. Karena tema-temanya bertebaran. Ini sangat merugikan, apalagi bagi seseorang yang dikenal menulis dengan tema tertentu misalnya tentang computer, kepenulisan, motivasi dan lain-lain.

Dalam menulis kita harus merencanakan tujuan tulisan kita. Terus melaju mengarah kepada tujuan. Tidak belok-belok ke kiri dan ke kanan. Tidak pula mampir ke sana ke mari. Sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Pikiran kita juga tidak terpecah-pecah, seperti yang dikatakan oleh Herbert Spencer: “ Jika pengetahuan tak tersusun, maka makin luas pengetahuannya, makin kacau pula pikirannya.”

Ketidakfokusan saya pada tema bukan saja didasari oleh karena ingin menyampaikan lebih banyak dari apa yang hendak saya bicarakan. Tetapi juga karena saya mengalami kemacetan dalam menulis, sehingga saya berbelok ke sana- ke mari. Mencoba tema lain daripada absen menulis. Saya tahu mentor saya mengingatkan saya agar fokus, karena dinilai saya telah gagal.

Segera setelah itu saya langsung membelokkan arah ke tujuan saya semula. Dan berusaha tekun di jalurnya, berada pada gagasan-gagasan dengan satu tema yang memungkinkan artikel-artikel itu nantinya senada seirama antara yang satu dengan yang lainnya. Bukankah lebih baik mengejar satu tujuan daripada berbagai tujuan sekaligus? Mungkin ini cocok dengan kasus saya. Meskipun banyak penulis-penulis lain yang mengejar berbagai tujuan sekaligus.

Agar saya ingat dan fokus pada tujuan penulisan saya semula, saya biasanya mengiming-ngimingi diri saya dengan sesuatu yang menyenangkan, misalnya es krim, setiap saya berhasil menyelesaikan satu tulisan. Biasanya ini berhasil jika saya mengalami kemacetan dalam menulis. Mau tidak mau saya harus berusaha demi kesenangan tersebut.

Apa motif terkuat yang menyebabkan kita berbuat atau melakukan sesuatu? Apapun motif kita sah-sah saja. Misalnya untuk mendapatkan uang, kesenangan, kehormatan atau keinginan untuk dikagumi. Temukan motif yang kita inginkan dalam menulis, niscaya kita akan bersemangat untuk meraihnya.

Saya pernah dinasehati oleh guru saya bahwa dalam hal menulis atau menyampaikan suatu berita hendaknya kita mengetahui betul sampai sedetail-detailnya masalah yang hendak kita bahas. Hal ini bukan berarti kita menulis atau menyampaikan semua apa yang kita ketahui tersebut tetapi hal ini untuk membuat lebih akurat suatu berita. Jika kita menulis sepuluh pokok permasalahan hendaknya kita harus mengantongi paling tidak dua puluh pengetahuan dari permasalahan tersebut. Kita tidak perlu menyampaikan ke duapuluh permasalahan tersebut karena nanti akan membuat kita tidak fokus terhadap apa yang kita bicarakan, karena masalah melebar kemana-mana.

Misalnya seorang jurnalis pun hendaknya harus mengetahui berita lebih banyak dari apa yang hendak ditulis. Dia harus mengorek keterangan dari seorang narasumber sebanyak-banyaknya dan mencari tahu tentang narasumber tersebut. Meskipun dia menulis lebih sedikit dari apa yang dia ketahui. Yang penting di sini adalah kefokusan dan kejelasan suatu berita.

Demikian juga ketika saya diminta sebagai pembicara. Saya harus menguasai betul apa yang hendak saya sampaikan meskipun nantinya saya tidak menyampaikan semua apa yang saya ketahui. Hal ini tentu saja untuk membuat saya fokus dan untuk menghindari permasalahan melebar. Kenapa saya perlu sekali mempersiapkan bahan secara berlebih yang diketahui kemudian hanya disimpan saja? Karena ini sebagai bahan untuk menghadapi segala pertanyaan dari peserta dan juga untuk menghadapi berbagai pendapat yang berbeda. Jadi dengan mempersiapkan diri seperti ini akan sangat membantu dan membuat saya tampak cerdas.

Demikianlah, selain fokus pada tema, kita juga harus fokus pada permasalahan yang hendak kita bahas agar tidak melebar kemana-mana, hanya dikarenakan kita mengetahui lebih banyak dari apa yang hendaknya kita tulis. (Eni Kusuma)

* Eni Kusuma adalah mantan TKW di Hongkong, penulis buku laris “Anda Luar Biasa!!!”, dan kini menjadi motivator. Ia dapat dihubungi di:
ek_virgeus@yahoo.co.id.

Senin, 27 April 2009

Lima Kekuatan Untuk Optimalisasi Pengembangan Potensi Diri

MERDEKA!! Tepat di hari Minggu, 17 Agustus 2008, hari kemerdekaan RI ke 63, saya diundang talkshow di Malang bersama Y.M. Uttamo Mahathera. Topik talkshow kali ini mengenai pengembangan potensi diri. Nah, ide menulis artikel ini muncul di tengah serunya acara tanya jawab yang dihadiri lebih dari 600 peserta.

Judul artikel ini mengatakan bahwa ada lima kekuatan yang bisa digunakan untuk mengembangkan potensi diri. Apakah lima kekuatan itu? Ini yang akan saya jelaskan secara urut di artikel ini.

Pertama, yaitu Kekuatan Keyakinan atau The Power of Belief. Mengapa harus dimulai dengan Kekuatan Keyakinan? Keyakinan adalah fondasi untuk melakukan apa saja. Kita baru akan bertindak bila kita merasa yakin mampu melakukan sesuatu. Jika tidak yakin maka upaya yang kita lakukan akan dikerjakan dengan setengah hati. Dan kita tahu, apapun yang dilakukan dengan setengah hati, tanpa kesungguhan, maka hasilnya pasti tidak akan pernah maksimal. Seringkali upaya kita, jika diawali dengan perasaan tidak yakin, akan berakhir dengan kegagalan.

Yakin pun ada syaratnya, tidak asal yakin. Yakin yang saya maksudkan di sini adalah yakin yang berlandaskan kebijaksanaan dan akal sehat. Tidak asal “yakin” dan “ngotot”.

Mengapa harus dilandasi kebijaksanaan?

Ya, karena yakin ini sebenarnya ada tiga macam. Pertama, yakin yang hanya bermain di level kognisi atau pikiran sadar. Kedua, yakin yang bermain pada level afeksi atau pikiran bawah sadar. Ada lagi yakin yang tipe ketiga yaitu yakin yang “ngaco” alias “ngawur”. Yakin tipe ini adalah yakin yang berlebihan atau overconfident tapi tidak ekologis.

Yakin tipe ketiga ini sangat berbahaya. Ini ada satu cerita nyata. Kawan saya pernah bercerita bahwa ada seorang kawannya, sebut saja Bu Yuni, yang setelah mengikuti suatu pelatihan motivasi, menjadi begitu semangat dan menjadi sangat-sangat yakin bahwa ia akan bisa sukses dalam waktu yang sangat singkat dan mudah.

Sepulang dari pelatihan itu Bu Yuni dengan “haqul yaqin” (sangat yakin) memutuskan bahwa ia dalam waktu maksimal 3 (tiga) bulan akan menjadi orang kaya dan akan berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp. 3 Miliar. Benar, anda tidak salah baca, 3 bulan untuk Rp. 3 miliar. Ck.. ck… ck… sungguh dahsyat sekali.

Kekuatan kedua untuk mengembangkan potensi diri adalah dengan Kekuatan Semangat atau The Power of Enthusiasm. Yang menjadi komponen atau bagian dari Kekuatan Semangat adalah konsistensi, persistensi, kegigihan, atau whatever it takes.

Tindakan yang dilandasi dengan suatu keyakinan yang teguh, bahwa kita pasti bisa berhasil, pasti akan dilakukan dengan penuh semangat. Semangat ini sebenarnya adalah motivasi intrinsik atau dorongan bertindak yang berasal dari dalam diri kita. Kekuatan Semangat ini yang membuat seseorang akan terus mencoba walaupun telah gagal berkali-kali. Kekuatan Semangat ini yang mendasari peribahasa “Tidak ada yang namanya kegagalan. Yang ada hanyalah hasil yang tidak seperti yang kita inginkan”, “Winners never quit. Quitters never win”, “Tidak penting berapa kali anda jatuh, yang penting adalah berapa kali anda bangkit setelah anda jatuh.”

Kekuatan Semangat ini yang menjadi pendorong Thomas Edison untuk terus mencoba walaupun ia telah berkali-kali “belum berhasil” menemukan bahan yang sesuai untuk membuat bola lampu listrik. Kekuatan Semangat ini pula yang mendorong Harland Sanders untuk terus menawarkan resep ayam gorengnya yang istimewa Kentucky Fried Chicken, walaupun ia telah ditolak berkali-kali.

Nah, bagaimana dengan kisah Bu Yuni? Saya lanjutkan ya ceritanya.

Bu Yuni, dengan bekal keyakinan yang “pasti” dan “kuat” memutuskan untuk menjalankan suatu usaha yang akan menjadi kendaraannya untuk mengumpulkan Rp. 3 miliar dalam waktu 3 bulan. Bu Yuni bekerja dengan sungguh serius.

Kekuatan ketiga adalah Kekuatan Fokus atau The Power of Focus. Fokus berarti kita hanya melakukan hal-hal yang memang berhubungan dengan target yang ingin kita capai. Pikiran kita menjadi sangat tajam, terpusat, seperti sinar laser yang siap untuk menembus berbagai penghalang. Kita tidak akan membiarkan berbagai cobaan atau distraksi membuat pikiran atau kegiatan kita menyimpang dari tujuan semula.

Saat Kekuatan Fokus bekerja kita akan sangat memperhatikan hal-hal detil dalam upaya mencapai keberhasilan. Kekuatan Fokus ini yang mendorong kita untuk menghasilkan master piece.

Sekarang saya lanjut lagi cerita tentang Bu Yuni. Apakah Bu Yuni fokus? Oh, sangat fokus. Begitu fokusnya sehingga ia bisa melihat banyak sekali peluang di sekitar dirinya. Bu Yuni mengajak kawannya kerjasama. Ia bahkan bersedia menanamkan modal yang cukup besar untuk mengembangkan bisnis kawannya karena ia yakin bisnis ini bisa memberikan sangat banyak uang dalam waktu yang singkat. Bahkan saat kawannya, yang selama ini telah menggeluti bisnis itu, mengatakan bahwa tidak mungkin bisa secepat itu perkembangan bisnisnya, walaupun mendapat suntikan dana besar, Bu Yuni tetap yakin, semangat, dan fokus berkata, “Ah, yang penting yakin. Kalau yakin maka segala sesuatu mungkin terjadi.”

Kekuatan keempat adalah Kekuatan Kedamaian Pikiran atau The Power of Peace of Mind. Kekuatan keempat ini sangat penting diperhatikan karena ini merupakan barometer untuk menentukan apakah keyakinan kita terhadap sesuatu itu ekologis atau tidak.

Saat kita yakin, semangat, dan fokus melakukan sesuatu maka kita perlu memeriksa apakah kita merasakan ketenangan baik di pikiran maupun di hati. Jika jawabannya “Tidak” maka kita perlu memeriksa ulang keyakinan kita.

Kita perlu memeriksa apakah keyakinan kita itu sudah benar-benar yakin ataukah lebih karena dorong emosi tertentu, misalnya emosi takut atau keserakahan. Pada kasus Bu Yuni, ternyata ia sama sekali tidak merasakan kedamaian. Hal ini tampak dalam kehidupannya. Bu Yuni, dalam upaya mencapai targetnya, ternyata tidak mendapat dukungan dari suaminya. Bu Yuni tetap memaksakan kehendaknya. Ia bersikeras bahwa dengan keyakinannya yang pasti ia akan dapat mencapai apapun yang ia inginkan.

Apa yang terjadi? Bu Yuni sering ribut dengan suaminya dan selalu tampak murung dan stress.

Bila keyakinan kita bersifat ekologis, didasari dengan pikiran yang benar dan kebijaksanaan, maka saat kita bekerja keras dan giat untuk mencapai impian-impian kita, pikiran dan hati kita akan tetap merasa tenang, damai, dan bahagia. Ini adalah satu aspek penting yang jarang sekali diperhatikan oleh kebanyakan orang.

Perasaan tenang, damai, dan bahagia merupakan indikasi bahwa apa yang kita lakukan benar-benar kita yakini akan berhasil. Kita hanya tinggal melakukan kerjanya saja dan sukses sudah pasti akan kita dapatkan. Sukses hanyalah efek samping yang pasti akan terjadi.

Kekuatan kelima adalah Kekuatan Kebijaksanaan atau The Power of Wisdom. Kekuatan ini sangat penting karena digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap apa yang telah kita lakukan pada empat langkah pertama.

Dengan menggunakan kebijaksanaan kita dapat melakukan evaluasi dengan baik, benar,akurat, dan tanpa melibatkan emosi. Jika hasil yang dicapai belum seperti yang kita inginkan maka dengan menggunakan kebijaksanaan kita dapat mengetahui permasalahannya dan dapat meningkatkan diri kita.

Jika hasilnya sudah seperti yang kita inginkan maka, dengan menggunakan kebijaksanaan, kita dapat mempertahankan dan meningkatkan pencapaian itu. Kebijaksanaan juga digunakan untuk memeriksa keyakinan atau kepercayaan yang menjadi langkah awal tindakan untuk mencapai goal. Dengan bijaksana kita dapat memeriksa keabsahan keyakinan kita. Apakah kita sudah benar-benar yakin secara benar ataukah kita sebenarnya tidak yakin tapi memaksa diri yakin karena kita takut?

Bu Yuni ternyata tidak menggunakan Kekuatan Keyakinan dalam mengejar impiannya. Setelah mendengar penjelasan kawan saya secara cukup detil saya akhirnya menyimpulkan bahwa Bu Yuni ini sebenarnya tidak yakin namun ia memaksakan kehendak, tanpa mempertimbangkan kondisi riil yang sedang ia alami, untuk bisa sukses.

Ternyata emosi yang mendorong Bu Yuni untuk “Yakin” adalah ketakutannya akan masa depan. Ia, setelah menghadiri seminar motivasi, menjadi “sangat yakin” dengan apa yang diajarkan oleh si pembicara dan akhirnya menjadi “buta” oleh emosinya sendiri.

Hal ini diperkuat lagi saat Bu Yuni mendapat peneguhan dari mentornya, pembicara tadi, yang mengatakan, “Pokoknya, kalo kamu yakin, maka kamu bisa mencapai apapun yang anda inginkan.”

Pembaca, belief seperti ini, yang menggunakan kata-kata “pokoknya”, yang saya kategorikan sebagai “belief” yang perlu diwaspadai. Belief ini seringkali tidak membumi dan menyesatkan.

Bila kita menggunakan lima kekuatan yang telah saya jelaskan dalam artikel ini maka dengan bekal yakin, semangat, fokus, damai, dan bijaksana niscaya kita akan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal. (Adi W. Gunawan)

* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pakar pendidikan dan mind technology,pembicara publik, dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis dua belas best seller “Born to be a Genius”, “Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success”, “Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?”, “Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication”, “Becoming a Money Magnet”, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”, “Cara Genius Menguasai Tabel Perkalian”, “Kesalahan Fatal Dalam Mengejar Impian 2, dan “Five Principles to Turn Your Dreams Into Reality”, dan The Secret of Mindset . Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com dan www.adiwgunawan.com.

Minggu, 26 April 2009

Melipatgandakan Network

“I know I want to be a world class in something. I just need to find the avenue". ~ Chris Gardner dalam The Pursuit of Happyness

Pertama-tama, apa sih “network” itu? Kata networking seringkali menjadi sesuatu klise yang sangat berpamrih bisnis. Apa benar? Membangun jaringan bisa diartikan macam-macam, dari membangun hubungan dengan stakeholders bisnis Anda, bisa pula sekedar memperluas pergaulan, atau bahkan membangun hubungan antar manusia dari berbagai negara. Saya sendiri tidak pernah mengartikan networking sebagai sesuatu yang semata-mata hubungan bisnis. Bagi saya membangun network lebih merupakan membangun hubungan pribadi yang sedikit lebih dalam daripada sekedar menyapa nama saja. Mungkin ini yang disebut sebagai tahap awal dari persahabatan.

Dalam kamus saya, ada beberapa tingkat persahabatan. Ada yang sekedar beraliansi belaka untuk suatu kepentingan tertentu, ada pula yang merupakan persahabatan secara pribadi yang mendalam serta sering kali melibatkan keluarga masing-masing. Yang kedua ini sangat jarang saya temui, namun bukan berarti sesuatu yang langka dan mustahil. Ada beberapa sahabat yang masih tetap kontak sejak masa kanak-kanak dan kami masih saling memberikan dorongan tanpa pamrih sampai hari ini. Apapun alasan persahabatan yang akan Anda bangun dengan network, jalankan dengan tulus dan tidak mengharapkan imbalan. Tunjukkan dengan perbuatan, jangan cuma ngomong di bibir saja.

Biasanya, apabila sudah di jalan yang benar, satu aksi kecil saja dari Anda, sudah akan menggetarkan network, sehingga reaksi berantainya bisa dirasakan dengan sekejap. Sebagai contoh, dengan semakin banyak sahabat yang mengagumi Anda akan karyakarya dan karakter kepribadian Anda, semakin positif enerji yang Anda refleksikan ke luar dan semakin positif pula enerji yang akan Anda terima kembali.

Mungkin Anda pernah mendengar yang disebut sebagai The Six Degrees of Separation Theory. Konsep bahwa setiap manusia di bumi mempunyai hubungan yang sangat dekat satu sama lain ini pertama kali dicetuskan oleh penulis cerpen Hungaria bernama Frigyes Karinthy di tahun 1929. Namun, psikolog sosial asal Universitas Harvard bernama Stanley Milgram-lah yang berhasil membuktikan kebenaran premis ini di tahun 1967.

Dalam risetnya, Milgram berhasil membuktikan bahwa setiap orang yang bermukim di Amerika Serikat (ia menggunakan AS sebagai sampel penelititannya) saling berhubungan satu sama melalui enam orang sebagai titik pertaliannya (friendship link). Ia sendiri tidak pernah menggunakan istilah The Six Degrees of Separation, namun fenomena “enam orang sebagai titik pertalian” seringkali dihubungkan dengan studi ilmiahnya yang dikenal sebagai The Small World Experiment ini.

Di dunia Internet, titik-titik pertalian ini tidak hanya terbatas kepada mereka yang bermukim di suatu letak geografis tertentu saja. Duncan Watts, seorang profesor di Columbia University berhasil membuktikan di tahun 2001 bahwa setiap e-mail yang disebarkan secara random kepada 48.000 orang di 157 negara saling bertalian rata-rata setiap enam orang. Jadi, satu dari enam orang yang kita temui di Internet (bahkan dunia nyata) pasti mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kita.

Saya sendiri sangat yakin akan konsep ini dan telah membuktikannya. Sekarang, saya malah secara sadar telah membangun jejaring untuk mencapai beberapa titik pertalian penting yang akan sangat menentukan jalan hidup saya di masa depan. Sebagai seorang penulis yang sudah cukup banyak berkarya, titik-titik pertalian saya dengan hampir setiap orang di muka bumi ini sudah semakin dekat. Mudahnya demikian, setiap pembaca karya saya mempunyai titik pertalian dengan saya dan setiap enam orang di dunia mempunyai titik pertalian dengan para pembaca buku saya. Ini berarti setiap pembaca buku saya adalah “duta” bagi 1/6 dari populasi dunia, dan ini berarti jutaan orang di dunia. Alangkah kecilnya dunia ini dan alangkah dahsyatnya kemampuan kita semua untuk saling berhubungan satu sama lain.

Ada beberapa pusat titik pertalian yang bagi saya sangat penting di dalam hidup. Pertama, kekuatan kasih. Kedua, kekuatan media. Ketiga, kekuatan ekonomi. Keempat, kekuatan politik. Keempat kekuatan in jika digabungkan merupakan kekuatan luar biasa dahsyat untuk mengubah dunia menjadi lebih baik daripada hari kemarin. Dengan sadar, buatlah peta antara diri Anda dengan tokoh-tokoh yang Anda tuju. Lantas, jalankanlah kehidupan sehari-hari Anda dengan kesadaran penuh bahwa setiap langkah yang Anda perbuat akan menghantarkan diri Anda sedikit lebih dekat dengan mereka, yang merupakan “puncak” dari gunung es peta kekuatan network dunia.

Ini buka berarti saya mengajarkan Anda untuk “mencolek” siapa pun yang Anda jumpai di dalam hidup Anda. Saya juga tidak mengajarkan kepada Anda untuk “minta dikenalkan” kepada para tokoh tersebut melalui siapa pun, namun saya ingin menunjukkan bahwa kurang lebih akan ada enam titik antara Anda dengan tokoh mana pun di dunia yang Anda tuju. Jarak ini demikian dekat sehingga sebenarnya Anda bisa dengan percaya diri mengontak langsung melalui surat maupun e-mail, misalnya untuk bisa berkenalan dan memasukkan tokoh-tokoh mana pun ke dalam daftar kontak Anda. [Jennie S. Bev]

* Jennie S. Bev adalah penulis dan edukator asal Indonesia yang menetap di Amerika Serikat. Baca blognya di JennieSBev.com.

Sabtu, 25 April 2009

Dua Pemancing Yang Hebat

DICERITAKAN tentang sebuah kejadian yang dialami dua orang pemancing yang sama-sama hebat, berinisial A dan B. Kedua pemancing itu selalu mendapatkan banyak ikan. Pernah kedua pemancing tersebut didatangi oleh 10 pemancing lain ketika memancing di sebuah danau. Seperti biasa, kedua pemancing itu mendapatkan cukup banyak ikan. Sedangkan 10 pemancing lainnya hanya bisa gigit jari, karena tak satupun ikan menghampiri kail mereka.

Ke sepuluh pemancing amatir itu ingin sekali belajar cara memancing kepada kedua pemancing hebat tersebut. Tetapi keinginan mereka tidak direspon oleh pemancing berinisial A. Sebaliknya, pemancing berinisial A tersebut menunjukkan sikap kurang senang dan terganggu oleh kehadiran pemancing-pemancing amatir itu.

Tetapi pemancing berinisial B menunjukkan sikap yang berbeda. Ia bersedia menjelaskan tehnik memancing yang baik kepada ke-10 pemancing lainnya, dengan syarat masing-masing diantara mereka harus memberikan seekor ikan kepada B sebagai bonus jika masing-masing diantara mereka mendapatkan 10 ekor ikan. Tetapi jika jumlah ikan tangkapan masing-masing diantara mereka kurang dari 10, maka mereka tidak perlu memberikan apapun.

Persyaratan tersebut disetujui, dan mereka dengan cepat belajar tentang tehnik memancing kepada B. Dalam waktu dua jam, masing-masing diantara pemancing itu mendapatkan sedikitnya sebakul ikan. Otomatis si B mendapatkan banyak keuntungan. Disamping mendapatkan ‘bonus’ ikan dari masing-masing pemancing bimbingannya, si B juga mendapatkan 10 orang teman baru. Sementara pemancing A, yang pelit membagi ilmu, tidak mendapatkan keuntungan sebesar keuntungan yang didapatkan oleh si B.

Pesan:
Kisah di atas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan akan jauh lebih bermanfaat bila diamalkan. “Hanya dengan cara kita mengembangkan orang lain yang membuat kita berhasil selamanya,” kata Harvey S. Fire Stone. Karena tindakan tersebut disamping menjadikan kita lebih menguasai ilmu pengetahuan, kita juga mendapatkan keuntungan dari segi finansial, pengembangan hubungan sosial, dan lain sebagainya. “Jika Anda membantu lebih banyak orang untuk mencapai impiannya, impian Anda akan tercapai,” imbuh Zig Ziglar, seorang motivator ternama di Amerika Serikat.

Bentuk pemberian tak harus berupa uang, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, melainkan juga dalam bentuk kasih sayang, perhatian, loyalitas, motivasi, bimbingan dan lain sebagainya semampu yang dapat kita berikan. “Make yourself necessary to somebody. – Jadikan dirimu berarti bagi orang lain,” kata Ralph Waldo Emerson. Kebiasaan memberi seperti itu selain memudahkan kita memperluas jalinan hubungan sosial, tetapi juga membangun optimisme karena merasa kehidupan kita lebih berarti. [Andrew Ho]

* Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller.Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com

Kamis, 23 April 2009

hypnotic seal

PEMBACA, pernahkah Anda melihat adegan di televisi atau membaca di surat kabar mengenai segel yang dipasang oleh pengadilan dalam kasus penyitaan rumah? Atau, mungkin Anda pernah melihat TKP (Tempat Kejadian Perkara) yang oleh polisi dipasangi segel police line?

Pertanyaan saya pada Anda adalah apa arti segel atau police line? Apabila benda atau lokasi itu telah dipasangi segel atau police line, beranikah Anda memindahkan benda atau masuk ke lokasi itu tanpa izin? Jawabannya tentu tidak berani. Mengapa kok tidak berani? Karena yang boleh masuk ke lokasi itu hanyalah mereka yang memasang segel atau yang punya wewenang untuk itu. Orang biasa tidak boleh masuk. Kalau masuk akan kena sanksi atau hukuman. Dan siapakah yang berhak untuk melepas segel yang telah dipasang? Ya sudah tentu pihak yang memasang. Benar, tidak?

Contoh lain, pernahkah Anda, saat ingin mengakses data di suatu komputer, mengalami kesulitan karena komputer meminta Anda untuk memasukkan password tertentu untuk bisa login? Apa yang terjadi bila Anda tidak bisa memberikan password yang sesuai? Sudah tentu Anda tidak bisa masuk ke dalam data base komputer itu.

Lalu, siapakah yang memasang password? Siapakah yang memasang “segel” di komputer ini? Sudah tentu orang yang mengerti cara kerja komputer. Bila ternyata orang yang memasang password itu adalah orang yang usil, apa yang akan Anda lakukan untuk bisa membuka paksa, dalam istilah komputer meng-crack, password yang telah dipasang? Anda pasti akan meminta bantuan ahli komputer lain.

Pembaca, tahukah Anda bahwa pikiran manusia mirip seperti komputer? Kita, bila tahu caranya, dengan menggunakan teknik tertentu, dapat dengan mudah memasang segel pikiran, atau lebih dikenal dengan istilah hypnotic seal atau segel hipnosis.

Bagaimana cara memasangnya? He.. he… kalau ini saya tidak boleh menjelaskan di artikel ini. Penasaran, kan? Dalam artikel ini saya hanya akan menjelaskan cara kerja, manfaat, dan bahaya segel pikiran.

Hypnotic seal ini sebenarnya merupakan program pikiran yang cara kerjanya mirip dengan password yang dipasang di komputer. Tujuannya adalah untuk mencegah orang yang tidak berhak untuk mengakses data. Jika komputer, yang diakses adalah data base. Jika pikiran, yang diakses adalah pikiran bawah sadar yang memuat banyak hal, antara lain persepsi, memori, dan emosi.

Apa manfaat hypnotic seal? Hypnotic seal, jika sudah dipasang akan mencegah orang lain, selain si operator atau si pemasang segel, untuk bisa menghipnosis orang yang telah dipasangi segel. Hypnotic seal ini berisi perintah untuk menolak hipnosis yang dilakukan orang lain, selain si operator. Jadi, jika misalnya pikiran Anda sudah dipasang hypnotic seal oleh seseorang maka ke mana pun Anda pergi, siapa pun orang yang akan menghipnosis Anda, selain si operator, pasti akan gagal. Mereka tidak akan pernah bisa menghipnosis Anda.

Saya ingat saat selesai mengadakan Supercamp (SC) Becoming A Money Magnet angkatan IX di Surabaya akhir tahun lalu. Di SC ada beberapa peserta yang sangat sugestif. Saking sugestifnya mereka dapat dengan sangat mudah memasukkan “data” ke pikiran bawah sadar mereka. Implikasi lain adalah mereka juga dapat dengan mudah “dikerjain” orang yang mengerti mengenai hal ini.

Selesai SC saya memasang hypnotic seal di pikiran salah satu peserta, sebut saja Johan, yang saya lihat sangat-sangat sugestif. Begitu selesai dipasang saya segera mencoba untuk menghipnosis Johan. Hasilnya? Tidak bisa. Apa pun teknik yang saya gunakan tetap tidak bisa menghipnosis Johan.

Mengapa tidak bisa? Karena salah satu persyaratan yang menjadi password yang saya pasang adalah Johan hanya bisa dihipnosis oleh orang yang ia percaya dan dia menginginkan atau mengizinkan dirinya untuk dihipnosis.

Apakah Johan percaya sama saya? Sudah tentu. Apakah saat itu ia mengizinkan dirinya untuk dihipnosis? Tidak.

Saya lalu meminta Johan mengizinkan dirinya untuk saya hipnosis. Tanpa perlu teknik yang canggih, hanya dengan perintah singkat saja, satu kata saja, Johan langsung berhasil saya hipnosis.

Ini salah satu manfaat dari hypnotic seal. Apakah ada efek negatif?

Sudah tentu ada. Jika hypnotic seal dipasang oleh hipnotis atau hipnoterapis yang dikuasai ego, yang ingin berkuasa atas atau mengendalikan kliennya maka akan sangat merugikan klien. Ada segel yang membuat seseorang tidak bisa dihipnosis oleh orang lain selain si pemasang segel. Nah, kalau sudah begini, saat klien membutuhkan bantuan dari terapis lainnya, saat terapis lain berusaha melakukan hipnosis, klien tidak akan bisa masuk ke kondisi hipnosis. Ini sudah tentu sangat merugikan diri klien.

Apakah kita dapat membuka segel yang sudah dipasang? Sudah tentu bisa. Jika di komputer kita bisa meng-crack password maka untuk hypnotic seal juga bisa dilakukan hal yang sama. Asyik, kan?

Untuk bisa membuka maka kita perlu mengenal jenis dan karakteristik hypnotic seal. Lho, memangnya ada berapa macam?

Secara teknis ada lima jenis hypnotic seal. Setiap seal mempunyai karakteristik yang berbeda dan sudah tentu membutuhkan cara yang berbeda untuk bisa membukanya. Di sini dibutuhkan pemahaman mengenai cara kerja pikiran, sugesti, dan level kedalaman trance untuk bisa membuka hypnotic seal yang terpasang di pikiran bawah sadar seseorang.

Ada segel yang membuat seseorang tidak bisa dihipnosis. Ada yang membuat seseorang tidak bisa mendengar suara hipnotis/hipnoterapis selain si operator. Ada juga segel yang membuat seseorang, begitu masuk ke kondisi trance, tidak akan bisa keluar atau bangun kecuali dibangunkan oleh si operator. Bisa Anda bayangkan apa yang akan terjadi bila seseorang dihipnosis lalu, karena efek dari hypnotic seal, ia tidak bisa bangun atau keluar dari kondisi hipnosis, kecuali dibangunkan oleh si operator atau si pemasang segel.

Langkah awal untuk bisa membuka segel adalah dengan mengenali segel jenis apa yang terpasang di pikiran klien. Selanjutnya terapis “hacker” ini menggunakan teknik yang sesuai untuk meng-crack password dari hypnotic seal itu. [Adi W. Gunawan]

* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pakar pendidikan dan mind technology,pembicara publik, dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis dua belas best seller “Born to be a Genius”, “Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success”, “Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?”, “Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication”, “Becoming a Money Magnet”, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”, “Cara Genius Menguasai Tabel Perkalian”, “Kesalahan Fatal Dalam Mengejar Impian 2, dan “5 Principles to Turn Your Dreams Into Reality”, dan The Secret of Mindset . Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com dan http://www.adiwgunawan.com/.

Rabu, 22 April 2009

Berhenti Saat Berjalan

KUPUTAR gas sepeda motorku dengan tenang. Ku melaju dengan kecepatan hampir mencapai 80 km/jam, namun tetap lengkap menggunakan helm standar untuk alat keselamatan. Tak terasa aku sudah melewati beberapa kota dalam perjalanan hari ini. Ups…..tiba-tiba di depan sana terlihat perempatan dengan ramainya kendaraan yang berlalu lalang.

Terpaksa aku harus menurunkan kecepatan dan sesampainya disisi perempatan, lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Aku terhenti sesaat dengan sangat terpaksa demi mematuhi peraturan lalu lintas agar tidak terkena tilang oleh bapak polisi yang terhormat, selain itu juga tetap menjaga keselamatan dalam berlalu lintas. Aku terhenti karena sebenarnya secara naluri warna lampu tersebut mengingatkanku akan apa yang harus aku lakukan. Warna merah menunjukkan kalau aku wajib berhenti, sedangkan warna kuning pertanda bahwa aku harus berhati-hati baik saat mau berhenti maupun saat mau menjalankan lagi sepeda motorku. Sedangkan warna hijau menandakan bahwa aku diharuskan untuk melanjutkan perjalananku. Di bawah alam bawah sadar, arti warna lampu tersebut haruslah kita ketahui kalau mau perjalanan kita selamat, tidak ditilang oleh polisi, tidak berbenturan dengan pengendara dari arah lain ataupun sekedar membuat situasi yang semula lancar menjadi macet.

Di atas lampu yang menyala tersebut terlihat sebuah monitor yang menunjukkan perhitungan waktu secara mundur. Satu persatu angka terlihat semakin mendekati angka satu. Aku teringat akan sesuatu hal, pada perlombaan lari pasti hitungan start akan dimulai dengan hitungan mundur. Semakin mendekati angka satu adalah semakin mendebarkan rasanya. Proses permulaan perlombaan akan segera dimulai. Tak ubahnya juga kehidupan kita. Kita hidup sudah dibekali kepastian mau berumur sampai berapa lama. Proses menjalani hidup ini akan mengurangi sisa hidup kita satu demi satu yang terkadang tidak pernah kita sadari. Waktu yang berjalan begitu konsisten tanpa bisa siapapun menghentikannya, termasuk diri saya. Begitupun juga diperempatan lampu merah itu, setelah mencapai angka satu maka warna merah akan berganti dengan warna hijau yang berarti bahwa kita harus mengambil keputusan untuk melanjutkan apa yang seharusnya kita lakukan.

Kondisi berjalan adalah suatu kondisi yang sangat dinamis, di mana suatu saat kapan saja baik arah maupun kecepatan dapat berubah. Namun mungkin kita bertanya dalam hati, mengapa semua itu bisa terjadi? Pertanyaan yang cerdas yang perlu kita mengulasnya bersama-sama.

Saat saya masih duduk dibangku sekolah dulu, guru saya pernah menjelaskan pelajaran mengenai ilmu fisika yang mempelajari masalah gerak. Guru saya menjelaskan bahwa pergerakan suatu benda dipengaruhi oleh beban, arah, kecepatan serta kecepatannya. Dengan jarak tempuh yang sama, waktu pemberangkatan yang sama, namun jika kecepatan, arah, berat beban yang dibawa serta percepatannya berbeda, maka bisa dipastikan bahwa pada saat tiba ditempat tujuan tidak akan secara bersamaan.

Arah turunan akan lebih cepat dilalui dari pada arah tanjakan. Percepatan konstan pasti akan berbeda jika dibandingkan dengan adanya percepatan ataupun perlambatan. Semua hal akan mempengaruhi proses berjalan ini, kondisi jalan, cuaca juga keramaian pengendara di jalan raya bahkan sesuatu yang sedang kita fikirkan pun juga berpengaruh.

“Ehm….. Rasanya saya tambah bingung, kok yang dibahas malah lampu lalu lintas dan kondisi jalan?”, mungkin seperti itu gumam Anda dalam hati. Ups…tidak perlu bingung, saya tak akan mengajak Anda untuk menjadi bingung, tetapi malah sebaliknya yaitu membiarkan kebingungan tersebut yang akan membimbing pergerakan langkah Anda. Kebingungan yang ada jangan dijadikan masalah, namun malah jadikan pemicu semangat Anda untuk tetap menatap sesuatu yang ada di depan Anda.

Saat kita melangkah, namun saat itu kebingungan sedang mengejar-ngejar kita, bisa jadi Anda tak tahu mau melangkahkan kaki kemana lagi. Mau berbelok ke kiri belum tentu sampai ke tempat tujuan, mau berbelok ke kanan belum tentu tidak nyasar, lurus apalagi belum terbayang ada apa di ujung jalan sana. Mau menggunakan kecepatan tinggi atau rendah, Anda juga belum tahu. Saat-saat seperti itulah yang sebenarnya merupakan titik puncak keberanian buat Anda untuk mengambil keputusan berhenti sesaat. Seperti halnya berhenti karena adanya instruksi nyala lampu lalu lintas tadi.

Stop!. Berhenti sejenak. Lupakan perjalanan Anda. Tanya kenapa Anda arus berhenti. Perjalanan hidup memang dihiasi begitu banyak permasalahan. Kalau tidak begitu maka tidak menjadi indah ceritanya. Baik perjalanan dalam karir, perjalanan dalam bisnis, perjalanan dalam menempuh cita-cita bahkan perjalanan dalam menjalin cinta sejati Anda. Semua tidak lepas dari permasalahan. Ada kalanya permasalahan tersebut ringan untuk ditanggung namun ada kalanya berat untuk diterima, sehingga harus menguras banyak energi untuk menyelesaikannya. Namun yakinlah, semakin sering Anda menghadapi masalah serta dapat menyelesaikannya, maka hal tersebut semakin mendewasakan jalan fikiran Anda.

Ada kalanya saat menemui sejumlah permasalahan kita tidak harus terus menerjangnya, namun perlu berhenti sesaat untuk melakukan evaluasi diri. Bahkan bisa jadi mundur beberapa langkah untuk menyusun strategi baru untuk menyelesaikannya. Pelajari semua hal yang sudah terlewati. Lakukan segala sesuatu secara bijak, serius serta sepenuh hati. Rasa ikhlas yang mendasari segala perbuatan Anda akan menghantarkan Anda pada hasil yang tak pernah Anda bayangkan sebelumnya. Hasil akhir yang luar biasa dahsyat, yang mungkin Anda belum sempat memikirkannya sama sekali.

Alkisah Hasan mempunya beberapa potong ubi dan dia ingin memberikannya kepada Sang Guru. “Guru, ini saya bawakan beberapa potong ubi untuk Sang Guru, saya ikhlas kok dan semoga bermanfaat guru.”

Hasan menyerahkan beberapa potong ubi tersebut kepada Sang Guru dengan penuh rasa keikhlasan.
“Baiklah, terima kasih Hasan. Karena kamu sudah berbuat ikhlas,aka terimalah seekor kambing ini sebagai ucapan terima kasihku.” Sang Guru menyerahkan seekor kambing kepada Hasan sebagai ucapan rasa terima kasihnya.
Dalam perjalanan pulang, Hasan bertemu dengan Parno -teman sekampungnya-.

“Eh San, dapat kambing dari mana?” apa Parno kepada Hasan.

“Tadi diberi oleh Sang Guru karena saya sudah memberinya beberapa potong ubi degan ikhlas.” Hasan menjawab apa adanya.

Parno yang memang mempunyai pemikiran yang serakah, mulailah bergerilya akal bulusnya. “Kalau memberi ubi saja kepada Sang Guru dapat kambing, kalau saya memberi duren kira-kira akan dapat apa ya?” Mulailah pikiran Parno berputar mencari ide.

Bergegaslah Parno ke rumah Sang Guru. “Sang Guru, ini saya bawakan lima buah duren buat Sang Guru, saya ikhlas kok Sang Guru, benar-benar ikhlas sekali”, ungkap Parno sambil memberikan duren kepada Sang Guru.
Sang Guru terharu melihat sikap Parno tersebut, kemudian beliau berpikir kira-kira apa yang bisa dia berikan sebagai ucapan terima kasihnya kepada parno. “Baiklah Parno, terima kasih banyak. Karena kamu sudah berbuat ikhlas, maka terimalah ubi ini sebagai ucapan terima kasih saya.” Sang Guru memberikan ubi pemberian Hasan kepada Parno.

Kisah di atas adalah sebuah gambaran kecil bagaimana keikhlasan akan memberikan sesuatu hasil yang tiada pernah kita bayangkan sebelumnya. Demikian juga dalam setiap pekerjaan kita, dalam setiap hal yang kita lakukan hendaknya selalu diiringi oleh perasaan ikhlas dan sepenuh hati. Selain itu, perlu juga sikap tanpa pamrih dalam melakukan segala sesuatu, segala hal dilaksanakan sebagai nilai ibadah. Kalau saja sikap tersebut sudah menyatu dan mengakar dalam diri kita masing-masing, niscaya hasil yang akan kita dapatkan akan terasa sangat dahsyat. Proses berfikir, bertindak dan berevaluasi bergabung menjadi satu kesatuan yang dilandasi rasa keikhlasan.
Coba Anda perhatikan dengan cermat, ada kalanya saat kita sedang enak-enaknya berjalan, menikmati segala kesuksesan yang telah kita dapatkan, namun tiba-tiba saja kita harus berhenti. Apakah hal tersebut tidak mengagetkan kita? Suatu kesuksesan yang telah ada harus musnah dalam sesaat karena adanya kegagalan yang datang menyapa tanpa permisi. Kegagalan tersebut langsung masuk menyerbu indahnya bangunan kesuksesan kita. Apakah hal tersebut tidak mengagetkan?

Sebagai seorang yang bijak, Anda harus berpikir bahwa sukses dan gagal adalah biasa. Adanya kesuksesan karena adanya kegagalan. Seseorang dikatakan sukses bukannya dari berapa kali dia bisa meraih kesuksesannya. Akan tetapi seseorang yang bisa dikatakan benar-benar sukses adalah seseorang yang berapa kali mampu bangkit dari kegagalannya. Sekali lagi kalau saja kita bisa menerima dan menikmati proses berhenti tersebut dengan ikhlas dan sepenuh hati, maka proses berhenti tersebut merupakan sebuah tolok ukur untuk kita bisa meraih keberhasilan yang lebih besar lagi.

Sejenak coba Anda perhatikan, bus angkutan penumpang akan berhenti sesaat di terminal menurunkan atau menaikkan penumpangnya. Demikian juga kereta api akan berhenti sejenak di stasiun untuk melakukan hal yang sama. Bukankah saat berjalan lagi dari berhenti tersebut ada peluang untuk membawa penumpang yang lebih banyak lagi? Tak jauh berbeda dengan kita, saat berhenti gunakan secara benar sebagai proses evaluasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Begitulah cerita kehidupan mengungkap dan mengukuhkan dirinya sebagai aktor yang tak pernah tahu skenario dari sang sutradara. Namun marilah kita hayati lagi bahwa proses pemberhentian sesaat adalah proses untuk melakukan evaluasi diri, sehingga bisa mengerjakan hasil yang lebih dari sekedar yang kita inginkan. Untuk terakhir kalinya, sudah siapakah Anda untuk berhenti saat berjalan?. [Endra Handiyana]

Endra Handiyana, Alumni Pembelajar Writer School ”Cara Gampang Menulis Artikel dan Buku Best-Seller batch V”, Site Technical Development PT PAMAPERSADA NUSANTARA

Selasa, 21 April 2009

Setiap Insan adalah Spesial

ALKISAH, disebuah kelas sekolah dasar, bu guru memulai pelajaran dengan topik bahasan, “Setiap insan adalah spesial”. Kehadiran manusia di dunia ini begitu berarti dan penting. “Anak-anakku, kalian, setiap anak adalah penting dan spesial bagi ibu. Semua guru menyayangi dan mengajar kalian karena kalian adalah pribadi yang penting dan spesial. Hari ini ibu khusus membawa stiker bertuliskan warna merah “Aku adalah spesial”. Kalian maju satu persatu, ibu akan menempelkan stiker ini di dada sebelah kiri kalian”.

Dengan tertib anak-anak maju satu persatu untuk menerima stiker dan sebuah kecupan sayang dari bu guru mereka. Setelah selesai, bu guru melanjutkan “Ibu beri kalian masing-masing tambahan 4 stiker. Beri dan tempelkan 1 kepada orang yang kalian anggap spesial, sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih dan kemudian serahkan 3 stiker lainnya untuk diteruskan kepada orang yang dirasa spesial pula olehnya, begitu seterusnya. Mengerti kan…….”.

Sepulang sekolah, seorang murid pria mendatangi sebuah kantor, diapun memberikan stikernya kepada seorang manajer di sana. “Pak, bapak adalah orang yang spesial buat saya. Karena nasehat-nasehatpak berikan, sekarang saya telah menjadi pelajar yang lebih baik dan bertanggung jawab. Ini ada 3 stiker yang sama, bapak bisa melakukan hal yang sama, memberikannya kepada siapapun yang menurut bapak pantas menerimanya”.

Lewat beberapa hari, manajer tersebut menemui pimpinan perusahaannya yang emosional dan sulit untuk didekati. Tetapi mempunyai pengetahuan yang luas dan telah memberi banyak pelajaran hingga dia bisa menjadi seperti hari ini. Awalnya sang pemimpin terkesima, namun setelah mengetahui alasan pemberian stiker itu, dia pun menerimanya dengan haru. Sambil mengangsurkan si manajer berkata,”Ini ada 1 stiker yang tersisa. Bapak bisa melakukan yang sama kepada siapapun yang pantas menerima rasa sayang dari bapak”. Sesampai di rumah, bergegas ditemui putra tunggalnya. “Anakku, selama ini ayah tidak banyak memberi perhatian kepadamu, meluangkan waktu untuk menemanimu. Maafkan ayahmu yang sering kali marah-marah karena hal-hal sepele yang telah kamu lakukan dan ayah anggap salah. Malam ini, ayah ingin memberi stiker ini dan memberitahu kepadamu bahwa bagi ayah, selain ibumu, kamu adalah yang terpenting dalam hidup ayah. Ayah sayang kepadamu”. Setelah kaget sesaat, si anak balas memeluk ayahnya sambil menangis sesenggukan. “Ayah, sebenarnya aku telah berencana telah bunuh diri. Aku merasa hidupku tidak berarti bagi siapapun dan ayah tidak pernah menyayangiku. Terima kasih ayah”. Mereka pun berpelukan dalam syukur dan haru serta berjanji untuk saling memperbaiki diri.

Pembaca yang luar biasa,

Kehidupan layaknya seperti pantulan sebuah cermin. Dia akan bereaksi yang sama seperti yang kita lakukan. Begitu pentingnya bisa menghargai dan menempatkan orang lain di tempat yang semestinya. memuji orang lain dengan tulus juga merupakan ilmu hidup yang sehat, bahkan sering kali pujian yang diberikan disaat yang tepat akan memotivasi orang yang dipuji, membuat mereka bertambah maju dan berkembang, dan hubungan diantara kitapun akan semakin harmonis, mari kita mulai dari diri kita sendiri, belajar memberi pujian, menghormati dan memperhatikan orang lain dengan tulus dengan demikian kehidupan kita pasti penuh gairah, damai dan mengembirakan.

Salam sukses luar biasa!
Andrie Wongso

Daftar Arsip

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More